Berburu
adalah aktivitas yang cukup mengasyikkan bagi para lelaki, di samping
aktivitas ini memang merupakan bagian dari sunnah. Di wilayah Jawa dan
Sumatera, salah satu binatang yang kerap diburu adalah tupai. Beberapa
waktu lalu, ada teman yang masih ragu tentang hukum makan daging tupai
dari hasil buruannya. Apakah boleh dimakan atau tidak?
Para ulama
fikih telah menjelaskan hukum makan daging tupai. Seperti biasa, ada
perbedaan pendapat di antara mereka. Wajar, pembahasan ini termasuk
ranah Ijtihad Ulama. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan simpulan
terhadap sifat binatang yang melekat pada binatang tupai, apakah
sifat-sifat tersebut bisa diqiyaskan dengan ciri-ciri binatang yang
diharamkan ataukah tidak, mengingat tidak ada nash yang secara jelas dan
sharih tentang status hukumnya.
Pendapat Haram Makan Daging Tupai
Menurut
ulama Hanafiyah dan Hanabilah, hukum makan daging tupai adalah haram.
Menurut mereka, letak keharaman bintang ini, karena tupai termasuk
binatang bertaring yang digunakan untuk memburu mangsanya. (Fiqh ‘Ala al-Mazhahib al-Arba’ah, 2/9)
Abu
Yusuf, salah satu Ulama mazhab Hanafi menyebutkan, “Tupai tidak boleh
dimakan karena bertaring sehingga masuk dalam keumuan hadits Nabi yang
mengharamkan semua binatang yang bertaring.” (Tabyin al-Haqaiq Syarh Kanzu ad-Daqaiq, Fakhruddin Utsman bin Ali az-Zaila’i, 16/265)
Syaikh
Abdullah al-Faqih menjelaskan, “Para ulama berbeda pendapat soal hukum
bolehnya makan daging tupai, sementara sebagian lainnya berpendapat
haram karena ia memangsa dengan taringnya. Ini adalah pendapat
Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah. Adapun menurut Malikiyah, makan
daging tupai hukumnya makruh. (Ensiklopedi Halal Haram Makanan, Yazid Abu Fida’, 174-176)
Syaikh
Zainul Abidin bin Muhammad Ballafrij, salah seorang ulama Andalus, juga
berpendapat tidak boleh makan daging tupai. Beliau memahami bahwa tupai
termasuk dalam marga tikus, sehingga binatang ini dihukumi sama seperti
tikus yang beliau nyatakan tidak boleh dimakan karena binatang yang
menjijikkan, kotor, dan bau.
Pendapat Mubah Makan Daging Tupai
Sedangkan
menurut ulama dari kalangan mazhab Syafi’i dan mazhab Maliki, hukum
makan daging tupai adalah mubah. Ulama mazhab Syafii beralasan, meskipun
tupai itu bertaring namun taringnya lemah dan tidak digunakan untuk
memangsa. (Asna al-Mathalib Syarh Raudh ath-Thalib, 7/155) Sementara ulama mazhab Maliki berdalil dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla,
قُلْ
لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ
إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ
خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Katakanlah:
‘Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu
yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan
itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi— karena
sesungguhnya semua itu kotor—atau binatang yang disembelih atas nama
selain Allah”(QS. Al-An’am: 145)
Menurut
mereka, daging binatang buas tidak termasuk yang diharamkan dalam ayat
tersebut, sehingga hukumnya mubah. Adanya larangan memakan setiap
binatang yang bertaring maka mereka memahaminya dengan makruh. (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 5/134)
Menurut
imam an-Nawawi, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, Khalil, dan al-Mawardi,
pendapat yang rajih adalah makan daging tupai adalah boleh, dagingnya
halal. (Fatawa asy-Syabakah al-Islamiyah, 8/210)
Pertanyaan
serupa juga pernah saya tanyakan langsung kepada salah seorang Ulama
Sudan, Syaikh ash-Shadiq Abu Abdillah al-Hasyimi via pesan tertulis.
Beliau menjawab,
“Pokok hukum dari makanan adalah halal, kecuali
jika ada dalil shahih dan sharih yang menunjukkan keharamannya, termasuk
di dalamnya tupai (sinjab).”
Beliau menukil beberapa pernyataan para Ulama Fikih. Ibnu Mundzir rahimahullah
berkata, “Tentang Sinjab (tupai) sebagian sahabat kami berpendapat,
“Tupai tidak termasuk binatang buas/pemangsa, makanannya adalah
tumbuhan/biji. Binatang ini tidak berburu, sama halnya kelinci. Maka,
tidak masalah mengonsumsi daginya dan memanfaatkan kulitnya. Kami juga
telah meriwayatkan dari Ibnu Mubarak tentang pertanyaan yang diajukan
kepada beliau terkait dengan tupai (sinjab) ini. Beliau berkata,
“Pemburunya mengabarkan kepadaku bahwa ia biasa memburunya.”
Abu Bakar rahimahullah
berkata, “Pernyataan ini tidak penting, sebab informan yang mengabarkan
tidak jelas identitasnya, sangat mungkin sekali para pemburu itu
memburu binatang yang boleh dimakan atau sebaliknya, memburu binatang
yang tak boleh dimakan. Menurut saya, tupai yang boleh dimakan adalah
tupai yang disembelih. Sebab, dalam beberapa kasus tidak ada toleransi
untuk manusia hingga bahwa binatang itu termasuk binatang yang
diharamkan untuk mereka.” (Al-Ausath, 2/316)
Imam an-Nawawi rahimahullah
berkata, “Adapun binatang Samur (berang-berang), sinjab (tupai), Fanak
(serigala kecil), dan Qaqum (sejenis musang), ada dua pendapat: pendapat
yang shahih bahwa binatang tersebut halal; pendapat kedua, binatang
tersebut haram.” (Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, 9/12
Ibnu
Qudamah berkata, “Adapun tentang sinjab (tupai), Al-Qadhi berpendapat,
‘Binatang tersebut hukumnya haram, sebab dia menerkam dengan gigi
taringnya, mirip dengan tikus. Tapi, ada kemungkinan binatang itu mubah,
sebab dia mirip juga dengan Yarbu’ (sejenis tupai loncat). Di saat
terjadi keraguan antara hukum ibahah (mubah) dan tahrim (haram), maka yang dimenangkan adalah ibahah (mubah), sebab itu adalah pokok hukumnya, yang diperkuat dengan dalil umum.” (Al-Mughni, 9/329)
Berdasarkan
keterangan di atas menurut Jumhur Ulama, daging tupai adalah halal,
makan daging tupai adalah boleh. Meskipun tupai memiliki taring, namun
taring tupai itu lemah dan tidak digunakan untuk memburu mangsanya.
Jika Hukum Makan Daging Tupai Itu Mubah, Berarti Boleh Jual Beli Tupai?
Markaz lembaga fatwa menjelaskan bahwa segala sesuatu dapat dijualbelikan dengan syarat komoditi yang ingin dijual statusnya mubah; secara manfaat, bukan dalam kebutuhan kondisi terdesak.Penulis kitab Zadul Mustaqni’ menyebutkan bahwa salah satu syarat sah jual beli adalah,
وأن تَكُونَ العَيْنُ مُبَاحَةَ النَّفْعِ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ
“Hendaknya barang (yang akan dijual) hukum kemanfaatannya adalah mubah dalam kondisi tidak terdesak.” (Syarh Zadul Mustaqni’, Muhammad bin Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqithi, 2/144)Berdasar uraian sebelumnya, karena hukum makan daging tupai itu mubah untuk dimakan, maka jual beli binatang tupai pun juga mubah (boleh), baik dijual sebagai makanan ataupun untuk diambil manfaat lainnya, dengan tetap memerhatikan kaidah-kaidah jual beli secara syar’i.
Lana A'maluna Walakum A'malukum..
Wallahu a’lam Bishowab
Sumber diambil dari www.dakwah.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar