Ulama berbeda
pendapat dalam menyikapi hukum mengkonsumsi katak. Ada pendapat yang melarang
mengkonsumsi dan ada pendapat yang membolehkannya.
1. Abdullah bin Abdur Rahman ad-Dimasyqi al-Utsmani asy-Syafi’i dalam kitabnya Rahmah al-Ummah fii Ikhtilaf al-Aimmah menerangkan perkataan ulama mengenai larangan mengkonsumsi katak:
2. Abu Hanifah mengatakan: “Tidak boleh memakan binatang laut kecuali ikan dan dari jenis binatang laut secara khusus.”
3. Imam Ahmad mengatakan: “Boleh memakan binatang laut kecuali buaya dan katak. Diharuskan untuk menyembelihnya kecuali ikan seperti babi laut, anjing laut, dan binatang yang jinak.”
4. Sebagian ulama Syafi’iyyah berpendapat, “Binatang laut tidak boleh dimakan kecuali ikan. Dan sebagiannya yang lain berkata: Larangan untuk memakan anjing laut, babi laut, ikan-ikan besar, tikus, kalajengking dan yang menyamai binatang darat.
Didalam kitab
yang lain, ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah berpendapat, “Hewan yang bisa hidup
di darat dan di laut haram dimakan karena termasuk khabits. Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam melarang membunuh katak, jika katak itu halal Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam tidak akan melarang untuk membunuhnya”.
Ulama
Syafi’iyyah berpendapat, “Semua bangkai yang berada di air adalah halal kecuali
katak”.
Ulama
Hanabilah berpendapat, “Setiap hewan yang bisa hidup di darat dan di air tidak
halal jika tanpa disembelih, seperti katak tidak boleh dimakan karena
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam melarang untuk membunuhnya.
Disebutkan
dalam buku Mausu’ah al-Fiqh al-Islamiy wa al-Qadaya al-Mu’ashirati,
pendapat jumhur ulama selain Malikiyah adalah memakan katak hukumnya haram.
Sebagaimana dalam hadist dilarangnya membunuh katak.
Hujjah yang
mereka ambil adalah dari hadits
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berikut ini,
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُثْمَانَ: أَنَّ
طَبِيْبًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا
فِى دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِهَا
Diriwayatkan
oleh Abdurrahman bin Utsman al-Quraisy: “Bahwasanya seorang dokter bertanya
kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tentang katak yang
dipergunakan dalam campuran obat, maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam melarang
membunuhnya.” (HR. Abu Dawud)
Semakna dengan
hadits di atas seperti perkataan Abdullah bin ‘Amru dan Anas bin Malik.
عَن عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرُوْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
قَالَ: لاَ تَقْتُلُوْا الضَّفَادِعَ قَإِنَّ نَقِيْقَهَا تَسْبِيْحٌ
Dari Abdullah
bin ‘Amru Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata, “Janganlah kalian
membunuh katak karena sesungguhnya bunyi suara mereka adalah tasbih”. (
Dikeluarkan oleh Baihaqi)
Perkataan
lain:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: لاَ تَقْتُلُوْا الضَّفَادِعَ
فَإِنَّهَا مَرَّتْ عَلَى نَارِ إِبْرَاهِيْمَ، فَجَعَلَتْ فِيْ أَفْوَاهِهَا الْمَاءِ،
وَ كَانَتْ تَرْشُهُ عَلَى النَّارِ
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu
‘Anhu,
beliau berkata, “Janganlah kalian membunuh katak karena dari mulutnya keluar
air yang memancar ke arah api ketika Nabi Ibrahim dibakar.”
Diikat juga
dalam kaidah usul fiqih yang semakna dengan beberapa hujjah di atas.
Yaitu:
الأَصْلُ فِى النَّهْيِ للِتَّحْرِيْمِ
“Hukum asalnya sebuah larangan menunjukkan
keharaman”
Diantara
pendapat ulama yang membolehkan mengkonsumsi katak adalah pendapat Malikiyyah.
2. Ibnu Abdil Barr menyatakan dalam bukunya al-Kafi, “Bahwasanya menurut Mazhab Maliki membolehkan memakan daging ular apabila sudah disembelih, demikian pula daging kadal, landak dan katak. Boleh juga memakan daging kepiting, kura-kura, katak dan tidak masalah memakan ikan hasil buruan orang Majusi karena ikan tidak perlu disembelih.”
3. Ulama Malikiyyah berpendapat, “Boleh hukumnya memakan daging katak, serangga, kepiting, dan kura-kura, karena tidak ada dalil yang mengharamkannya. Adapun pengharaman dengan khabits, haruslah ada dalil syar’i, bukan dengan pendapat manusia. Jadi, hewan-hewan yang dianggap khabits oleh manusia hukumnya tidak haram, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.”
Adapun hujjah
yang mereka gunakan untuk membolehkan mengkonsumsi katak adalah berdasarkan
keumuman dalil yang menyatakan bahwa katak termasuk hewan laut.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
أُحِلَّ لَكُمْ
صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ ۖ وَحُرِّمَ
عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا
“Dihalalkan
bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai
makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan dan
diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram.” (QS. Al-Maidah: 96)
Keumuman dalil di atas diperkuat dengan hadits Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam tentang lautan:
هُوَ الطَّهُورُ
مَاؤُهُ وَ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
"Laut itu suci airnya dan halal
bangkainya." (HR. an-Nasa’i,
Ibnu Majah, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ahmad).
Ibnu al-‘Arabi
berkata: “Peringatan untuk memakan hewan yang hidup di darat dan di air, karena
terdapat dalil yang saling bertentangan antara kehalalan dan keharamannya, maka
sebagai bentuk kehati-hatian hendaklah mengambil dalil yang haram.”
Wallahu A’lam bish Showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar