Virus Rubella belakangan ramai menjadi perbincangan publik. Hal itu karena polemik tentang kehalalan vaksinnya. Pada dasarnya Rubella adalah salah satu wabah, seperti virus-virus lainnya seperti flu burung, polio, campak dan flu babi.
Fenomena tersebut mirip dengan fenomena wabah Tha’un yang pernah
disabdakan Nabi. Wabah ini pernah menyebar di Syam era kekhalifahan Umar
bin Khattab. Sebagai umat Islam, ada baiknya memandang wabah Rubella
dan yang semisal dengan kacamata Islam.
Wabah Penyakit antara Musibah dan Ujian
Kita yakin bahwa semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah ta’ala.
Ketika Allah menurunkan wabah penyakit atau musibah apapun, maka itu
adalah ujian bagi orang yang beriman dan azab bagi orang yang durhaka.
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهَا أَخْبَرَتْنَا أَنَّهَا سَأَلَتْ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الطَّاعُونِ فَأَخْبَرَهَا نَبِيُّ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ عَذَابًا
يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ فَجَعَلَهُ اللَّهُ رَحْمَةً
لِلْمُؤْمِنِينَ فَلَيْسَ مِنْ عَبْدٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ فَيَمْكُثُ فِي
بَلَدِهِ صَابِرًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَنْ يُصِيبَهُ إِلَّا مَا كَتَبَ
اللَّهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ
“Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, sesungguhnya ia
bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang Thâun?
Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan kepadanya :
“Sesungguhnya Thâ’un itu siksaan yang Allah kirimkan kepada yang Ia
kehendaki.Kemudian Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang
yang beriman. Tidak ada seorangpun hamba yang terkena Thâ’un, lalu ia
tetap tinggal di negrinya sambil bersabar, dan dia yakin bahwa tidak
akan menimpa kepadanya kecuali yang telah Allah tuliskan baginya, maka
ia akan mendapatkan ganjaran mati syahid.” (HR. al-Bukhari no. 5402)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa wabah itu merupakan siksaan kepada orang yang dikehendaki-Nya, siksaan yang disegerakan di dunia. Namun, jika wabah itu terjadi kepada orang-orang yang beriman, yang mereka melaksanakan konsekuensi dari keimanannya, hal itu merupakan rahmat dari-Nya.
Dengan demikian, apapun yang terjadi di muka bumi ini berupa hal-hal
yang tidak disenangi oleh manusia, maka hal itu tergantung kondisinya.
Jika ia seorang yang taat dan istiqomah dalam menjalankan syariat, maka
hal itu adalah rahmat dan ujian dari Allah ta’ala untuk mengangkat
derajatnya. Jika ia seorang yang suka bermaksiat, maka hal itu merupakan
azab yang disegerakan Allah di dunia. Jika tidak tampak apakah ia
seorang yang taat atau gemar maksiat, maka dilihat dari persentase
ketaatan dan kemaksiatan yang dilakukannya. Jika ketaatannya lebih
banyak, maka hal itu adalah rahmat, sebaliknya jika ia lebih banyak
bermaksiat, maka itu adalah azab.
Wabah Tha’un di Era Umar Bin Khattab
Wabah penyakit yang meluas seperti itu pun pernah terjadi di masa
generasi pilihan. Wabah Tha’un Amawas yang merenggut sekitar 30.000
nyawa pada tahun 18 Hijriyah. Wabah ini disebut Amawas dinisbatkan
kepada sebuah negeri kecil disebut Amawas yang terletak antara al-Quds
dengan Ramalah. Negeri itulah asal mulanya menyebar wabah Tha’un
kemudian baru menyebar ke seluruh wilayah Syam.
Dikisahkan bahwa rombongan Umar bin al-Khattab radhiyallau ‘anhu
telah meninggalkan Madinah menuju Syam. Dalam perjalanan itu, Umar
al-Faruq diiringi para tokoh Quraisy, Muhajirin dan Anshar. Kepergian
Umar ke Syam untuk keperluan mengunjungi negeri-negeri perbatasan,
mengatur pos-pos penjagaan dan melihat keadaan rakyat. Hingga sampailah
Umar di sebuah tempat setelah Tabuk yang berbatasan dengan Yordania.
Di tempat ini, para petinggi Syam menemui khalifah Umar dan
mengabarkannya bahwa bumi Syam sedang dilanda wabah penyakit. Maka, Umar
mengumpulkan para pemuka masyarakat dan bermusyawarah dengan mereka.
Sebagian mereka memberikan usulan untuk kembali ke Madinah dan tidak
mempertaruhkan nyawa kaum mukminin, dan sebagian yang lain mengusulkan
untuk tetap meneruskan perjalanan.
Setelah mendengarkan seluruh aspirasi dan mempertimbangkan segala
aspek, Umar memutuskan untuk kembali saat itu juga. Mengetahui hal itu,
Gubernur Syam Abu Ubaidah berkata kepada Umar : “Apakah engkau akan lari
dari takdir Allah.” Umar menjawab :
لَوْ غَيْرُكَ -يَا أَبَا عُبْيَدَةَ- قَالَهَا! نَعَمْ، فِرَارًا مِنْ قَدَرِ اللَّهِ إِلَى قَدَرِ اللَّهِ
“Seandainya bukan dirimu yang mengatakannya wahai Abu Ubaidah! Benar, aku lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain.” (Muttafaqun ‘alaih)
Abdurrahman bin Auf saat itu tidak ada, ia tidak tahu musyawarah dan
dialog antara Umar dan Abu Ubaidah. Ketika dikabarkan kepadanya, ia
berkata, “Saya memiliki ilmu tentang hal ini. Saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ
“Jika kalian mendengar suatu negeri dilanda wabah, maka jangan
kalian memasukinya. Jika wabah itu terjadi di negeri yang kalian berada
di dalamnya, maka janganlah kalian keluar darinya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Ketika Umar radhiyallahu ‘anhu mendengar sabda nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, ia
merasa tenang, dan bertahmid memuji Allah ta’ala. Kemudian bersama
kafilah kembali ke Madinah, sedangkan gubernur Syam, Abu Ubaidah kembali
ke Syam.
Wabah Tha’un itu telah menyebar ke Syam dan menyebabkan kematian
penduduk Syam. Sampai-sampai ada kabilah yang seluruh keluarganya
meninggal, sehingga merepotkan pemerintah Syam untuk membagi warisan.
Kemudian pemerintah Syam menulis surat kepada Umar untuk meminta solusi
dari permasalahan ini. Maka Umar membalas : “Hendaknya yang mati
mewarisi kepada yang hidup, dan yang mati tidak mendapat warisan dari
yang mati.”
Akhirnya Wabah Tha’un Itu Sirna
Kematian telah mendatangi Abu Ubaidah bin Jarrah karena penyakit
Tha’un, kemudian Umar mengangkat Mu’adz bin Jabal sebagai penggantinya.
Mu’adz memberikan khotbah kepada penduduk Syam dalam fenomena yang
menyedihkan ini. Ia mengingatkan mereka untuk sabar atas musibah,
menerima atas takdir Allah, berpegang teguh pada agama Allah dan tidak
larut dalam kesedihan.
Tidak berapa lama, wabah itu menular ke keluarga Mu’adz hingga ia
menemui Rabbnya. Diangkatlah Amru bin Ash sebagai gubernur Syam
menggantikan Mu’adz bin Jabal. Ketika dilantik menjadi gubernur, Amru
bin Ash telah menyadari bahwa wabah ini sudah menjalar dan menyebar
ditengah-tengah manusia. Maka ia mengeluarkan perintah supaya
orang-orang kota berhijrah (pindah) dan berpencar ke gunung dan
tempat-tempat yang tinggi. Selang beberapa hari wabah itu menghilang,
orang-orang mulai berdatangan kembali ke Syam.
Inilah diantara fenomena alam yang terjadi di tengah-tengah kehidupan
manusia. Apapun yang terjadi adalah kehendak Allah ta’ala, tidak ada
yang bisa mengelak. Sedang kita hanya bisa menerima itu sebagai
ketentuan-Nya, sebagai ujian bagi orang yang beriman dan azab bagi
pelaku maksiat. Di samping itu, selalu berikhtiar untuk mencari obatnya.
Wallahu ‘alam bish showab..
BACA JUGA Kelahiran dan masa pertumbuhan nabi Muhammad SAW.
Baca Juga Rosullah SAW ditinggal Ibu tercinta
BACA JUGA Kelahiran dan masa pertumbuhan nabi Muhammad SAW.
Baca Juga Rosullah SAW ditinggal Ibu tercinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar