“Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya
kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.
Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi
orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Rabb kami. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Mumtahanah:6)
Jika kita medengar
ceramah para ustad, kiai dan ulama di media-media atau pun kajian secara
langsung, kerap kali tema pemuda menjadi sorotan. Mereka mengupas
betapa gagah beraninya pemuda masa lalu sebut saja Shalahuddin Al-
Ayyubi atau Sultan Muhammad II Al Fatih. Para pahlawan Perang Salib itu
ikon terbaik pemuda pada zamannya. Memiliki semangat jihad yang luar
biasa, namun akan berbanding terbalik dengan kondisi pemuda muslim saat
ini. Pemuda muslim saat ini cenderung loyo, mengapa demikian?
Penulis sempat membaca salah satu artikel di media daring berbasis
Islam, yang menyebutkan perbedaan dasar antara pemuda muslim masa lalu
dengan pemuda muslim masa kini. Secara garis besar perbedaannya adalah
hedonisme dan lunturnya kecintaan kepada ajaran Islam (persoalan
akidah).
Namun ada satu hal yang menarik, pada masa keemasan Islam dua faktor
di atas sudah menggerogoti jiwa pemuda muslim. Hanya keganasannya lebih
parah sekarang. Kondisi pemuda muslim saat ini semakin kerdil dalam
kehidupan umat.
Suatu studi menyebutkan kekalahan pasukan Islam pada Perang Salib
dikarenakan “cinta dunia” cikal bakal hedonism di masa sekarang. Gairah
jihad itu lemah, namun di sisi lain kondisi umat zaman itu memiliki
pijakan akidah yang kuat. Mereka tidak tercerai-berai masih berpihak
pada satu komando kekhilafan. Gonjang-ganjingnya kehidupan umat kala itu
tidak menghapuskan reputasi Islam di muka bumi.
Sebagai contoh pada zaman keemasan Islam Dinasti Turki Usmani pun
meski “sakit” tetap terlihat garang di mata para musuhnya. Faktor lain
dikarenakan spiritual Islam telah mendarah daging. Mereka mampu
mengimplementasikan Al-Quran dan As-Sunnah secara nyata dan konsisten.
Islam tidak terhenti pada tataran simbol. Wujud Islam ruhaniah secara
sempurna termanisfestasikan ke dalam akhlak. Misalnya sikap ta’awwun
(tolong-menolong) sesama muslim atau kebiasaan salat berjamaah. Dua
sampel ini di masa sekarang sudah mulai luntur. Penerapan lebih jauh
mereka mampu menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai landasan
kehidupan bernegara. Di mana peraturan dan legitimasi hukum legal
tertinggi adalah sunnatullah.
Faktor
lain adanya arus perang pemikiran Barat. Pemikiran orientalis dari
filsuf Yunani dapat ditangkal oleh para sarjana dan ilmuwan muslim zaman
dahulu. Para intelektual muslim dapat “menyaring” pemikiran orientaslis
ke dalam bentuk konsep pemikiran Islam yang bersifat moderat dan
aplikatif. Sementara saat ini produk-produk pemikiran barat seperti
Hedonisme, Feminisme, Pluralisme dan Gender justru menjadi diskursus
baru pemikiran Islam.
Para intelektual muslim masa kini cenderung latah bermain dengan
pemikiran-pemikiran itu. Bahkan metode analisis produk pemikiran itu
“berani” membedah teks (ayat Al-Quran dan As-Sunnah) secara vulgar.
Hingga munculah aliran baru dalam Islam sebut saja JIL (Jaringan Islam
Liberal). Produk pemikiran ini sedikit banyak meracuni para
mahasiswa/pemuda muslim, yang mempengaruhi kelurusan akidahnya.
Virus Hedonisme
Penulis membahas Hedonisme secara detil dalam poin ini. Seperti yang
sudah disinggung dalam paragraf pertama. Hedonisme erat kaitan dengan
cinta dunia. Hedonisme peyakit berbahaya jauh 14 abad silam Rasul telah
memperingatkan dalam Hadits. Di akhir zaman umat Islam bagai buih di
lautan banyak secara kualitas namun tercerai berai. Faktor penyebabnya
cinta dunia.
Sabda Rasul telah terbukti, dalam prakteknya perilaku hedonisme telah
menjadi budaya pemuda muslim. Mereka larut dalam budaya pop yang
glamor. Praktek budaya Islam akar dari identitas muslim mulai luntur-
bahkan para pemuda muslim mulai enggan menampakan simbol keislamannya.
Sampel banyak para remaja putri menanggalkan jilbab dan maraknya budaya
pacaran. Para pemuda muslim terjerembab dalam praktek kebudayaan seperti
ini karena mereka kehilangan jati diri keislamannya. Memunculkan
identitas muslim takut dan malu dianggap sok alim, gak gaul, sok soleh
dan lain sebagainya.
Kembali pada Al-Quran
Sebelum mengupas poin ini kita mengingat kembali satu penggalan surat
Al-Ahzab:21 Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.”
(QS. Al-Ahzab : 21). Urgensi keteladanan dan akhlak dikuatkan oleh
Hadits dari Aishah RA “Aklak beliau (Rasullullah) adalah Al-Quran.” (
HR. Dawud dan Muslim).
Oleh: Winda Efanur FS
diambil dari www.kiblat.net
Baca Juga : Pemuda kunci kemajuan peradaban islam
Baca Juga : Jika Anda Bepergian ini Hukum dalil sholat Qoshor
Baca Juga : Anak istri selamat tapi adiknya yang Hafal Alquran 30 Juz Lenyap
Baca juga Ketika gempa terjadi maka-amal apa yang harus diperbanyak...?
diambil dari www.kiblat.net
Baca Juga : Pemuda kunci kemajuan peradaban islam
Baca Juga : Jika Anda Bepergian ini Hukum dalil sholat Qoshor
Baca Juga : Anak istri selamat tapi adiknya yang Hafal Alquran 30 Juz Lenyap
Baca juga Ketika gempa terjadi maka-amal apa yang harus diperbanyak...?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar