Di antara hikmah ujian dalam setiap fase perjuangan adalah nampaknya
orang-orang yang tidak jujur dengan perjuangannya. Orang seperti ini
seringkali menjadi duri dalam daging perjuangan. Ketika perjuangan
menghasilkan pundi-pundi uang baginya, maka dia akan terus bersama
perjuangan. Namun ketika perjuangan tidak lagi menguntungkannya, ketika
perjuangan justru menyulitkannya, seketika itu pulalah dia berbalik dan
berkhianat. Terlebih musuh menawarkan janji-janji manis untuknya.
Hakikat Khianat
Diantara perkara yang dapat membatalkan iman seseorang adalah sikap
khianat. Ketika orang-orang Islam telah bersatu dalam barisan
perjuangan, para pengkhianat bermanuver menjadi penolong dan pembantu
orang-orang kafir dalam memusuhi kaum muslimin, bergabung dalam barisan
mereka, membela mereka dengan harta, lisan dan narasi. Inilah yang dapat
membatalkan iman. (Tafsir at-Thobari, 3/140)
Allah menjelaskan bahwa sifat khianat itu dapat membatalkan keimanan. Allah berfirman ;
وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin,
maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. al-Maidah : 51)
Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya, “Barangsiapa diantara
kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, yaitu membantu mereka dalam
memusuhi kaum muslimin. maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka, yaitu penjelasan hukumnya sebagaimana hukum orang kafir, yaitu
tidak ada waris-mewarisi kepada orang muslim karena murtad, demikian
juga jika pelakunya anak bapak seseorang. Hukum ini berlaku hingga Hari
Kiamat sebab terputus perwaliannya.” (Tafsir al-Qurthubi, 6/217)
Tidak diragukan, mengkhianati kaum muslimin dengan membantu
orang-orang yang memusuhinya merupakan pembatal iman. Diantara bentuknya
adalah bergabung dalam barisan orang-orang yang membenci agama dan
syari’at Allah, memusuhi hamba-hamba-Nya yang shalih dan ulama, dan
menjadi penolong dan pelindung orang-orang kafir.
Karena tidak mungkin iman dan loyalitas semacam itu berkumpul menjadi satu. Allah berfirman :
وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِالله والنَّبِيِّ وَمَا أُنزِلَ
إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاء وَلَـكِنَّ كَثِيراً مِّنْهُمْ
فَاسِقُونَ
“Sekiranya
mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang
diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil
orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan
dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Maidah : 81)
Berkhianat dengan membantu barisan musuh merupakan karakter
orang-orang munafik, dan cabang dari kemunafikan. Allah menjelaskan
bahwa kedudukan orang munafik lebih buruk daripada orang-orang kafir.
Orang-orang munafik ini lebih berbahaya karena dengan khianatnya, mereka
mampu menembus jantung pertahanan kaum muslimin dan mempengaruhi
kebijakan pemerintahan.
Peran Pengkhianatan dalam Meruntuhkan Peradaban
Sejarah telah memberi pelajaran akan bahayanya para pengkhianat. Runtuhnya Baghdad di tangan bangsa Mongol (Tatar) tidak lepas dari pengkhianatan yang dilakukan oleh wazir (perdana menteri) Muhammad bin al-Alqami, seorang penganut paham Syi’ah yang sangat dendam terhadap Ahlussunnah. Ia menjabat wazir (Perdana Menteri ) bagi Khalifah al-Musta’shim Billah, khalifah terakhir Bani Abbas di Iraq.
Tatkala pasukan Mongol mengepung benteng Kota Baghdad pada tanggal 12 Muharram 656 H, wazir Ibnu al-Alqami menunjukkan pengkhianatannya untuk kesekian kalinya. Dialah orang yang pertama kali menemui pasukan Mongol. Dia keluar bersama keluarga, pembantu, dan pengikutnya menemui Hulaghu Khan untuk meminta perlindungan kepadanya. Kemudian dia kembali ke Baghdad lalu membujuk Khalifah agar keluar bersamanya untuk menemui Hulaghu Khan dengan usulan serta pembagian hasil devisa setengah untuk Khalifah dan setengah untuk Hulaghu.
Maka berangkatlah Khalifah bersama para qadhi, ahli fiqh, kaum sufi, tokoh-tokoh negara, masyarakat dan petinggi-petinggi negara dengan 700 pengendara. Tatkala mereka hampir mendekati markas Hulaghu mereka ditahan oleh pasukan Mongol dan tidak diizinkan bertemu Hulaghu kecuali Khalifah bersama 17 orang saja.
Lalu Khalifah pun menemui Hulaghu Khan bersama 17 orang tersebut, sedangkan yang lain menunggu di atas tunggangan mereka. Sepeninggal Khalifah, mereka dirampok dan dibunuh oleh pasukan Mongol. Selanjutnya, Khalifah dibawa ke hadapan Hulaghu dan disandera bersama 17 orang yang ikut dengannya. Mereka diteror, diancam, dan diintimidasi serta dipaksa agar menyetujui apa yang diinginkan oleh Hulaghu.
Kemudian
Khalifah kembali ke Baghdad bersama Ibnu al-Alqami dan Nashiruddin
ath-Thusi yang semadzhab dengan Ibnu al-Alqami. Di bawah rasa takut dan
tekanan yang hebat Khalifah pun mengeluarkan emas, perak, perhiasan,
peramata, dan barang-barang berharga lainnya yang jumlahnya sangat
banyak untuk diserahkan kepada Hulaghu. Akan tetapi sebelumnya, Ibnu
al-Alqami bersama bersama Nashriuddin ath-Thusi sudah membisiki Hulaghu
agar tidak menerima tawaran perdamaian dari Khalifah. Mereka berhasil
mempengaruhi Hulaghu bahwa perdamaian itu hanya bertahan 1 atau 2 tahun
saja. Mereka pun mendorong Hulaghu agar menghabisi Khalifah.
Tatkala Khalifah kembali dengan membawa barang-barang yang banyak,
Hulaghu justru menginstruksikan agar mengeksekusi Khalifah. Maka pada
hari Rabu tanggal 14 Shafar terbunuhlah Khalifah al-Musta’shim Billahi.
Dalang dibalik terbunuhnya Khalifah adalah Ibnu al-Alqami dan
Nashiruddin ath-Thusi. (Siyar A’lam an-Nubala, 23/183)
Bersamaan dengan gugurnya Khalifah, maka pasukan Mongol pun menyerbu
masuk ke Baghdad tanpa perlawanan yang berarti. Dengan demikian,
jatuhlah Baghdad di tangan pasukan Mongol. Dilaporkan bahwa jumlah orang
yang tewas kala itu adalah 2 juta jiwa. Tak ada yang selamat kecuali
Yahudi dan Nasrani serta orang-orang yang meminta perlindungan kepada
pasukan Mongol atau berlindung di rumah Ibnu al-Alqami serta para
konglomerat yang membagi-bagikan harta mereka kepada pasukan Mongol
dengan jaminan keamanan pribadi. (al-Bidayah wan Nihayah, 13/235)
Jatuhnya kota Baghdad ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri
kekuasaan Khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal
dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam. Baghdad sebagai pusat
kebudayaan dan peradaban Islam yang kaya dengan khazanah ilmu
pengetahuan lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin
Hulaghu Khan lantaran pejabat yang berkhianat. Wallahu a’lamu bissowab
BACA Juga Peduli Kaum Tertindas ,saat Pertolongan Allah DatangBACA Juga Keteladaan Istri Rosullullah Aisyah ( Ummul Mu'minin ) dan Keutamaan Beliu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar