Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) hari ini menggelar rapat
pimpinan, dengan salah satu agendanya membahas keputusan Komisi Fatwa
MUI terkait fatwa vaksin Maesless Rubella (MR). Meski mengandung unsur
haram dari babi, vaksin itu difatwakan boleh dengan alasan darurat.
Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Aminudin Ya’kub
mengungkapkan hari ini, Selasa (28/08/2018), rapat pimpinan MUI membahas
fatwa terkait vaksin Maesless Rubella (MR). Meski begitu, dia
mengungkapkan bahwa keputusan Komisi Fatwa sudah final terkait fatwa
tersebut, tidak bisa diintervensi. Menurutnya, Rapim hari ini Komisi
Fatwa hanya akan menyampaikan masalah administrasi terkait fatwa yang
sudah dikeluarkan terkait vaksin MR.
“Komisi fatwa dalam lembaga MUI, komisi yang dalam keputusannya
independen. Jadi tidak bisa berubah, dari yang halal jadi haram, yang
haram jadi halal, tidak ada intervensi. Karena ini murni masalah
syariah,” ujarnya.
Dia menjelaskan biasanya memang keputusan dari komisi fatwa masih
akan dibawa ke pimpinan MUI, kemudian baru disampaikan ke msayarakat.
Tapi, keputusan itu telah menjadi fatwa, karena sudah diputuskan oleh
pejabat di komisi fatwa.
“Karena yang menandatangani itu adalah ketua komisi fatwa, dan
sekretaris komisi fatwa, bukan Ketum MUI ataupun Sekjend MUI, jadi soal
kasus MR, sudah jadi fatwa,” ungkap Aminudin.
Amin kembali menegaskan, bahwa komisi fatwa dalam keputusannya tidak
dapat dipengaruhi oleh siapapun. Hanya ketika akan mengeluarkan produk
fatwa, harus diketahui pimpinan lainnya. Sedangkan untuk kasus fatwa
terkait vaksin MR, ia mengungkapkan bahwa produk fatwa itu terlebih
dahulu terpublikasikan sebelum adanya rapat pimpinan.
Tapi
kalau sudah terpublish, tidak ada masalah juga, karena dari sisi
keputusannya tidak akan ada perubahan. tidak dapat diintervensi oleh
siapapun,” ungkapnya.
Amin memaparkan produk Komisi Fatwa yang tak dapat diintervensi itu
nantinya tetap menjadi produk lembaga MUI. “Ini hanya masalah
administratif saja, yang prosedurnya harus diketahui pimpinan dahulu,
baru dipublish, tapi ini masalahnya sudah dipublish, sebelum mungkin ada
pmpinan yang belum tahu,” ungkapnya.
Dalam fatwa Nomor 33 tahun 2018 tentang vaksi MR yang ditetapkan
dalam rapat pleno Komisi Fatwat Senin (20/08/2018) malam, ditetapkan
keharaman unsur Vaksin MR produk dari Serum Institue of India. Namun
Komisi Fatwa membolehkan proses imunisasi menggunakan vaksin tersebut
lantaran komisi fatwa melihat ada unsur darurat yang membolehkan hal
tersebut.
Amin mengungkapkan, rapat Pleno Komisi Fatwa pada Senin (20/08/2018)
malam, dihadiri oleh pimpinan MUI, yaitu Ketua bidang fatwa, Huzaemah
Yango dan Wakil Sekjen MUI Bidang Fatwa KH Salahuddin Al Aiyub.
“Pada Rapim ketika disampaikan, tidak akan ada perubahan karena ini
masalah syariah, masalah hukum Islam. Di dalam keputusannya, Komisi
Fatwa itu sifatnya independen, tapi mungkin alasannya hal yang bersifat
administratif atau prosedural, supaya pimpinan tahu produk yang sudah
ditetapkan Komisi Fatwa,” tukasnya.
BACA JUGA Melihat Wabah Rubella dengan kacamata Wahyu
BACA JUGA Rosulullah SAW Ditinggal Ibu Tercinta
BACA JUGA Melihat Wabah Rubella dengan kacamata Wahyu
BACA JUGA Rosulullah SAW Ditinggal Ibu Tercinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar